Senin, 04 Juli 2011


Tak Selamanya Diam Itu Emas


Kita pastinya telah lama kita mendengar ungkapan bahwa diam itu emas. Diam dan keheningan itu adalah sesuatu yang dapat memperindah pembicaraan, dan diam pada saat yang tepat justru acapkali membuat seseorang berbicara lebih fasih daripada mereka yang melulu berbicara. Tetapi, kini semakin kusadari bahwa tidak semua diam dan keheningan adalah emas. Pada banyak banyak kesempatan, diam itu justru menjadi sebab dari masalah-masalah besar, dan menjadi pemberi ijin bagi keberlanjutan dari keburukan dan kejahatan.
Karena diam bisa menjadi sebuah bentuk persetujuan, sehingga seseorang yang diam di hadapan kesalahan dan kejahatan sebetulnya sama dengan menyetujui terjadinya kesalahan dan tidak menolak dilaksanakannya kejahatan. Bila kita dinilai dari apa yang kita katakan, mohon kalian sadari bahwa kita juga dinilai dari apa yang kita diamkan.
Bagi daku, keheningan pun bukanlah sebuah pelajaran. Justru yang kita dengar dalam keheningan itu lah yang menjadi pelajaran keemasan. Keheningan bukan lah hanya tidak adanya suara. Keheningan adalah tempat kembali bagi pribadi-pribadi yang berupaya mengerti, karena dalam relung-relung keheningan yang damai itu lah-tergemakan suara-suara yang tak terdengar oleh telinga. Tetapi kita tidak dapat hidup sepenuhnya hanya dalam keheningan. Bahkan mereka yang menemukan kedamaian dan pengertian dalam keheningan, pada akhirnya akan terpaksa meninggalkan dunia senyap itu, karena setelah beberapa saat, pengertian yang terdengar dalam keheningan itu akan tumbuh menjadi bentuk kebisingan yang memekakkan telinga hati.
Terpikirkan olehku, ada ketika ketika daku mengerti, keheningan akan mengusir kita keluar, agar kita sibuk bergaul dalam kehidupan ramah yang saling menguntungkan dengan orang lain, karena sebetulnya untuk itu lah pengertian itu diberikan kepada kita.
Diam kiranya adalah bahasa yang sering kita salah-artikan. Mungkin bagi mereka yang tidak memiliki sesuatu yang bernilai untuk dikatakan, diam adalah penyelamat yang baik.
Tetapi, di hadapan mereka yang menikmati kemenangan atas kelemahan orang lain, diam adalah tanda kebodohan yang bisa diambil keuntungan darinya.
Maka meskipun diam itu emas, kita perlu berhati-hati dalam memilih kepada siapa kita diam, tentang hal apa kita diam, kapan saat kita diam, dan cara yang kita gunakan untuk diam. Bila penguasaan bahasa kita dinilai dari kefasihan dalam menggunakan kata-kata dan tata olah bicara, maka kiranya kita juga perlu menyadari bahwa kita juga dinilai dari kefasihan kita dalam menggunakan tidak adanya kata. Dengannya, hanya diam saja -tidak cukup untuk mencapai kualitas keemasan pribadi kita.
Fasih berbicara adalah juga fasih untuk tidak berbicara. Keheningan sering memperbesar penderitaan karena kecenderungannya untuk mengulangi kejadian. Perhatikanlah, orang sering merasa tersinggung ataupun tak tersinggung pada saat dia mendengar perkataan yang merendahkan, tetapi lama setelah keheningan mengulangi kata-kata itu berkali-kali dalam kesendiriannya.
Kadang ada seseorang yang yang akan makin bersedih setelah menceritakan bagaiman ketidakberuntungannya dalam hidup. Lalu, perhatikanlah bagaimana seorang yang lain menjadi congkak karena senang memutar ulang saat-saat pendek di mana dia menang dan dipuji-puji oleh orang lain. Itu adalah alasan mengapa kita sering menemukan orang-orang kecil dengan kesombongan besar. Sepertinya daku pun sering bertingkah seperti itu. Menyedihkan.
Padahal, seseorang yang telah mencapai kebesaran justru merasa paling takut untuk berada lagi dalam kegembiraan yang menyertai keberhasilannya dulu, karena kegembiraan dari hasil pengulangan seperti itu mudah tumbuh menjadi bangga..bangga..bangga…kebanggaan, dan yang kemudian beralih wajah menjadi kesombongan. Dengan demikian, kehati-hatian dalam mengijinkan apa yang boleh diulangi dalam keheningan adalah kunci menuju kekuatan hati. Bagi hati yang mencari keheningan adalah tempat untuk menemukan. Bagi yang sudah menemukan nilai dari pengertian itu hanya sebanding dengan keikhlasannya untuk menerima. Dan bagi yang sudah menerima nilai dari penerimaannya bergantung pada nilai yang bisa dibangunnya untuk orang lain -dari pengertian itu. Maka diam dan keheningan, hanya bernilai bagi yang merindukan nilai. Daku merindukan nilai keberartian…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar