Rabu, 01 Juni 2011

Meraih Kesuksesan dg berdagang secara islami


Selama ini dunia usaha, baik kecil menengah dan besar, masih terjebak dalam paradigma kapitalis dalam mengelola suatu usaha, seakan-akan tidak ada alternatif lain. Akibatnya, gaya hidup, tingkah laku, pandangan hidup, dan dalam menjalani hidup berjalan dalam rambu-rambu yang ditentukan kapitalisme. Lalu kapitalisme mempercanggih semua itu melalui globalisasi dan digitalisasi, sehingga segenap manusia disadari atau tidak, dipaksa untuk mengikutinya secara patuh.
Hal ini juga berlaku pada Umat Islam di Indonesia, mereka yang seharusnya berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Sunnah dalam menjalani hidup dan usaha, dipaksa untuk meninggalkan keduanya dan menggantinya dengan sistem kapitalis. Di sinilah perlunya suatu alternatif dalam mengelola suatu usaha, yakni mengelola usaha dengan cara-cara yang Islami dan berhasil. Di sinilah urgensi buku; Berdagang Dengan Iman, Kiat-Kiat Agamis Menjadi Saudagar Sukses. Artinya buku ini bisa menjadi alternatif bagi pengusaha, pedagang, dan saudagar Muslim dalam mengelola usahanya.
Prinsip utama dalam berdagang secara Islami ialah berusaha menerapkan nilai-nilai Islam seperti; pandangan Islam tengang Rizki, merintis usaha sendiri,  kerja keras, mengelola hutang piutang dengan baik, sabar, memberikan pelayanan yang terbaik, berdoa hanya pada Allah, bertawakkal dalam makna hakiki dan menjadikan sedekah atau zakat sebagai sarana melancarkan usaha.
Dalam Islam masalah rizki adalah sesuatu yang ditentukan Allah, tapi setiap orang tidak mengetahui seberapa besar kadar rizkinya, maka usaha yang optimal, memanfaatkan pikiran dalam melakukan kalkulasi terhadap usaha yang dikelola, dan berdoa hanya pada Allah yang akan membawa seseorang bisa memperoleh rizkinya. Jadi besar kecilnya yang diperoleh tergantung pada semua itu, sedang paradigma ditentukannya besar kecilnya rizki bisa diketahui setelah memperoleh hasil usaha, maka tidak perlu dijadikan pemikiran berkepanjangan, melainkan dijalani dengan sepenuh hati dan jiwa.
Seorang Muslim dan Mukmin yang kuat akan berusaha untuk hidup mandiri. Kemandirian diperoleh dengan berusaha merintis usaha sendiri dari nol. Supaya berhasil dalam merintis usaha, umat Islam harus menumbuhkan jiwa wiraswasta dalam dirinya dengan cara berlatih berdagang kecil-kecilan. Latihan ini bisa dilakukan dengan modal kecil, tapi yang terpenting membiasakan diri berjualan, sehingga perlahan-lahan jiwa wirawasta tumbuh. Dengan tumbuhnya jiwa wiraswasta, melakukan pembacaan terhadap usaha yang akan ditekuni, perlu survei ke beberapa pasar tradisional dan swalayan sebelum memutuskan menekuni usaha secara sungguh-sungguh. Kita tibalah waktu untuk mengelola usaha sendiri.
Dalam mengelola usaha dilakukan secara gigih, semangat pantang menyerah, dan bekerja keras sampai ambang batas yang dilakukan. Jika pedagang lain berdagang dari pukul 07.00-15.00 WIB, maka berdaganglah mulai pukul 06.00-17.00 WIB. Sewaktu berdagang, baca secara kretatif; keinginan, kebutuhan,  dan kesenangan pembeli, lalu penuhi semua itu dalam bentuk pelayanan yang terbaik. Insya Allah usaha yang dikelola akan berkembang secara perlahan-lahan.
Setiap pedagang pasti akan berhadapan dengan masalah hutang piutang, ini hal lumrah yang tidak perlu dikhawatirkan. Justru dengan adanya hutang, seseorang  bertambah semangat dalam mengelola usaha. Tentu saja semua hutang dikelola dengan sebaik-baiknya; ada perhitungan matang sebelum berhutang, berhutang sesuai kebutuhan dan kekuatan yang dimiliki, dan mencatat hutang dengan baik. Dalam tahap awal mengelola usaha, tidak usaha memberi piutang pada pembeli, artinya proses jual beli dilakukan secara tunai.
Kesabaran adalah senjata utama umat Islam, senjata ini harus dimanfaatkan dalam mengelola usaha. Sebagai ilustrasi; berusaha bersabar menghadapi pasar sepi atau daya beli masyarakat yang menurun, bersabar dalam melayani pembeli, bersabar berhadapan dengan juragan atau grosir, dan bersabar dalam menghadapi persaingan usaha. Semua kesabaran ini akan menimbulkan barokah dalam perdagangan yang dikelola, sebab menimbulkan simpati dari orang lain, sehingga dalam memenuhi kebutuhan hidup akan membeli pada pedagang yang sabar.
Umat Islam biasanya meminta bantuan dukun, paranormal, dan kiai agar usahanya berjalan lancar atau bertambah ramai. Cara seperti ini harus dihentikan mulai detik ini, diganti dengan berdoa secara langsung pada Allah. Luar biasanya Islam yakni tidak ada perantara dalam berdoa pada Allah, hal ini berbeda dengan agama-agama lainnya. Sayangnya umat Islam tidak mampu memanfaatkan hal ini secara optimal. Seharusnya mereka meminta pada Allah secara langsung dengan cara-cara yang benar, insya Allah akan dikabulkanNYA.
Makna tawakkal yang hakiki dalam Islam ialah memasrahkan pada Allah berkaitan dengan besar kecilnya hasil usaha melalui ibadah spritual; shalat lima waktu, puasa, zakat, dan haji, dan ibadah sosial; mengeluarkan zakat harta, bersedekah, beramal sholeh dan melakukan kebajikan. Inilah bentuk tawakkal yang sebenarnya, bukan memasrahkan pada Allah dengan berdiam diri tak berbuat apa-apa. Coba perhatikan para pedagang, pengusaha dan saudagar Muslim yang sukses, mereka rata-rata memiliki ketaatan yang kuat dalam menjalankan syariat Islam, rajin beramal dan bersedekah.
Sedekah dan zakat dalam Islam bukan mengurangi penghasilan seseorang, melainkan justru menambah penghasilan yang diperoleh. Ketika seorang pedagang bersedekah, orang-orang yang menerima akan mendoakan agar usahanya lancar dan berhasil, doa mereka akan dikabulkan Allah. Di samping itu, Dalam Al-Qur’an sendiri disebutkan bahwa setiap sedekah yang dikeluarkan akan diganjar berlipat-lipat di dunia dan akhirat. Lebih rajinlah dalam bersedekah agar usaha yang dikelola semakin berkembang dan berhasil.
Dengan semua itu, seorang pedagang akan berhasil dalam mengelola usahanya, sehingga mereka berusaha mengembangkan diri untuk menjadi pedagang menengah dan sampai mampu menjadi saudagar kelas atas. Hal ini dilakukan melalui proses yang panjang dan penerapan nilai-nilai Islam dalam mengelola usaha. Inilah nantinya yang akan melahirkan kelas-kelas menengah baru di Indonesia.
Menilik isi buku secara global di atas, tampaknya buku; Berdagang Dengan Iman, Kiat-Kiat Agamis Menjadi Saudagar Sukses, merupakan kelanjutan dari buku best seller Jangan Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajiani karya Valentino Dinsi, SE, MM, MBA dkk. Jika buku kedua diarahkan untuk memotivasi orang agar mau mengelola usaha sendiri, sedang buku pertama berusaha menjabarkan cara-cara mengelola usaha dari nol menjadi usaha besar yang berhasil. Jika kedua lebih bersifat paradigma umum, sedang buku pertama bersifat paradigma khusus yakni berdagang dengan cara-cara Islami dan berhasil.
Anda Ingin Menjadi Anggota Dewan, Baca dan Praktikkan Tulisan ini!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar