Rabu, 01 Juni 2011

PERCAYA ADALAH HARTA TERBESAR MANUSIA


            Dalam dunia bisnis, modal kepercayaan sangat besar pengaruhnya terhadap kesuksesan usaha. Jika modal uang nilainya dapat diukur, sedangkan modal kepercayaan nilainya tak terukur. Sebab orang dipercaya akan terus menerus mendapatkan modal kapan pun membutuhkannya, sebab pemberi kepercayaan telah benar-benar yakin bahwa pinjamannya akan kembali berikut kesuksesan orang yang dipercaya. Jika dalam bisnis demikian, apalagi percaya pada Allah.
            Setiap orang mengaku Muslim, baik karena orang tua Muslim atau karena ikut-ikutan mengingat Umat Islam di Indonesia adalah mayoritas. Setiap Muslim wajib beriman sesuai yang termaktub dalam rukun iman, bahasa sederhana dari iman adalah percaya (tulisan ini hanya membahas sampai percaya dulu, nanti tulisan lain membahas Yakin sebagai inti iman). Pertanyaan seberapa besar kepercayaan Anda pada Islam? Seberapa besar kepercayaan Anda pada Allah?
            Kehidupan sehari-hari sebernarnya merupakan sarana yang tepat untuk terus menerus memupuk rasa percaya pada Allah.
            Seorang pegawai negeri tingkat rendah, hidup mendandalkan gaji, padahal memiliki 3 anak yang telah memasuki sekolah dengan biaya mahal, belum dipotong uang kontrakan dan kebutuhan lainnya, walhasil gaji hanya cukup hidup pas-pasan. Karena hidup pas-pasan, maka malas beribadah karena menganggap tidak ada gunanya, naudzubillah mindzalik. Jadi, ibadah yang dilakukan seakan-akan harus seiring dengan besarnya rizki yang diperoleh, jika demikian, maka Akhirat telah ditukar dengan dunia, padahal seharusnya dibalik dunia ditukar dengan akhirat. Seharusnya, sang pegawai member contoh pada seluruh anggota keluarga dengan rajin ibadah karena percaya bahwa Allah membantu hambaNya yang memohon, ruku’ dan sujud padaNya. Dengan percaya yang diwujudkan dalam tindakan, insya Allah rizki tak terduga  diterima. Sehingga hidup dijalani lebih baik.
Seorang pedagang kecil pindah dari satu bus ke bus lain, dari satu terminal ke terminal lain untuk mencari sesuap nasi demi diri dan keluarga, terkadang hasil yang diperoleh hanya cukup untuk makan dua kali sehari, bukan tiga kali. Sang pedagang, mengeluh karena ditaqdirkan menjalani hal itu, bahkan naudzibillah terbersit bahwa Tuhan tidak adil. Buruk sangka pada Allah pertanda tidak percaya, ini berarti sang pedagang walau Muslim, namun belum beriman. Seharusnya, sang pedagang menysukuri nikmat Allah karena hasil usaha cukup untuk makan hanya 2 kali, tengolah yang diuji dengan kelaparan di luar sana, bukankah keadaan lebih baik. Seharusnya sang pedagang berkata “Alhamdulilah rizki Allah masih kita nikmati karena karuniaNya, besok saya berusaha lagi.”
            Seorang buruh tani bekerja dari pagi sampai terik matahari, hanya mendapat imbalan Rp. 6.000,- (di beberapa daerah, hal ini biasa, mungkin di Jabodetabek lebih besar), padahal dia punya 2 orang anak dan istri, beli beras saja 1 liter paling murah Rp. 4.000,- berarti masih ada sisa Rp. 2.000,- untuk membeli tahu. Dia mengeluh, mengapa kerja kerasnya hanya membuat dirinya hidup pas-pasan, terbersit dalam hatinya “Ah Tuhan hanya bersama orang kaya,” Naudzubillah! Padahal tahukah buruh tani itu, orang yang ditaqdirkan miskin namun tetap berusaha, beribadah dan bersabar, Allah memasukkan ke surge tanpa dihisap. Jika tahu, percayakah pada hal itu? Jika percaya, wujudkan dalam tingkah laku dan ucapan “Alhamdulillah walah hanya Rp. 6.000,- tapi kami masih dapat makan walau sedikit-sedikit!” Setelah itu berusahalah memanfaatkan pekarangan rumah dengan memelihara ayam atau kambing jika sudah punya uang.
                        Seorang buruh pabrik, bekerja pontang-panting, hanya memperoleh hasil sesuai UMR, padahal UMR tidak lagi memadai untuk mencukupi kebutuhan hidup. Walau bekerja keras, saat waktu shalat dhuhur justru lalai, shalat Asyar demikian juga, malah jika ada lembur, shalat Magrib dan Isya’ juga ditinggal, Subuh apalagi kecapean bangun kesiangan dan harus berangkat kerja. Hasilnya, dia bingung karena harta yang dicari dengan susah payah seperti “menguap,” sebab hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari, tidak ada simpanan, apalagi menambah perabotan rumah tangga dan membeli kendaraan. Padahal jika dia percaya adanya “barokah harta” yakni  harta sedikit namun bernilai banyak karena karunia Allah yang diwujudkan dengan rajin ibadah karena Allah, mengatur keuangan sebaik-baiknya, berusaha hidup hemat, insya Allah hidup yang dijalani lebih baik di dunia, dan di akhirat kelak mendapat yang sangat jauh lebih baik lagi.
            Seorang pemulung, mengais-ngais barang-barang yang bisa yang dijual nantinya, setelah bekerja seharian (tidak ingat shalat lagi), sampai di rumah memilah-milah hasil hari itu, nonton televise dan istirahat. Begitulah yang dijalani setiap hari. Seorang pemulung lain sama bekerja seharian, tapi dia menyembunyikan bundelan alat shalat, setiap waktu shalat dia shalat, lau meneruskan usahanya, dia percaya shalat merupakan kewajiban yang harus dijalani. Jika orang pertama tetap hidup seperti itu tidak berubah, sedang pemulung yang kedua keadaan tidak jauh beda, tapi mendapatkan sesuatu yang lain yakni ketenangan batin, jauh dari musibah yang macam-macam dan menikmati hidup apa adanya. Malah ada pemulung yang mampu menjadi bos karena bertakwa pada Allah.
            Dengan beberapa kenyataan di atas, masihkah Anda tidak percaya? Masihkah Anda melalaikan ibadah wajib shalat 5 waktu? Masihkah Anda mengeluh bahwa Allah tidak adil? Jika masih, Anda tidak mampu belajar sekaligus tidak mempercayai kehidupan setelah kematian. Lho, saya percaya, kok! Jika percaya, rubah tingkah laku Anda, perbaiki ibadah shalat wajib 5 waktu, dan percaya bahwa usaha yang Anda lakukan demi kebahagiaan di dunia dan akhirat.
            Tulisan ini dibuat karena perasaan miris melihat orang-orang yang hidup miskin, pas-pasan, bekerja hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari, anak jalanan, pemulung dan pengasong, tapi justru menjauh dari Allah; ada yang tidak percaya, ada yang percaya tapi di mulut saja, dan ada yang memang telah berhati keras sehingga terjebak pada kesalahan demi kesalahan tanpa mau bertobat. Saya tidak dapat membayangkan; mereka hidup di dunia sudah susah, tapi di akhirat akan hidup lebih susah lagi sebab siksaan Allah sangat pedih tiada bandingannya di dunia ini. Padahal, seharus mereka lebih bersabar, ikhlas menerima taqdir Allah dengan tetap berusaha, rajin ibadah 5 waktu, bertingkah laku yang benar dan mendekatkan diri pada Allah. Jika demikian, maka di dunia hidup susah, tapi menikmati kebahagiaan sejati di akhirat kelak!
Siapa saja yang membaca tulisan ini, semoga menyebarkan tulisan sederhana ini, sekaligus mempraktikkan dalam kehidupan sehari-hari! Hamba-Hamba Allah pilihan yang dicintaiNya, orang-orang shaleh, dan sebagian besar para Nabi merupakan orang biasa yang tidak kaya, kecuali Nabi Daud dan Sulaiman, makanya mereka sangat mencintai orang-orang yang tidak mampu, tapi bersabar, bertingkah laku baik dan taat beribadah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar